5 Fakta Tentang Serangan Israel di Rafah: Misi Penyelamatan-Turki Angkat Bicara
5 Fakta Tentang Serangan Israel di Rafah: Misi Penyelamatan-Turki Angkat Bicara – Saat ini, perang Israel di Jalur Gaza masih berlangsung. Dalam perkembangan terbaru, pasukan Negeri Yahudi telah menyerang wilayah Rafah. Serangan udara dan laut menyebabkan kematian setidaknya 67 warga Palestina.
Fakta berikut dikumpulkan oleh CNBC Indonesia dari berbagai sumber pada hari Senin, 12 Februari 2020, terkait serangan terbaru Israel.
Seorang juru bicara Perhimpunan Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS), Nebal Farsakh, menyatakan bahwa warga Palestina tidak memiliki tempat aman lagi di Gaza.=
Menurutnya kepada Al Jazeera, Rafah telah menampung hampir separuh penduduk Gaza. Sejak awal perang di Gaza, orang-orang telah mengungsi ke Rafah mengikuti perintah evakuasi Israel. Keluarga telah mengungsi hingga sepuluh kali.
Sebenarnya, ke mana orang harus pergi? Farsakh menyatakan bahwa masyarakat tidak dapat pergi ke mana pun karena tidak ada tempat aman sama sekali dan tidak ada cara untuk mengungsi. Selain itu, infrastruktur rusak secara total, dan tidak ada transportasi.
Dalam beberapa hari terakhir, jumlah orang yang berlindung di Rafah telah meningkat menjadi 16.000 orang per km persegi sebagai akibat dari serangan Israel. Serangan intensif Israel di Rafah selama satu malam mengakibatkan kematian setidaknya 67 warga Palestina, termasuk bayi dan anak-anak.
Di Rafah, tempat 1,4 juta warga Palestina tinggal, sebagian besar telah meninggalkan rumah mereka di Gaza tengah dan utara karena serangan Israel, serangan udara tersebut menyebabkan banyak kerusakan.
Israel Meminta Bantuan PBB Sebelum penyisiran darat di Rafah, kota di perbatasan wilayah dengan Mesir, Israel meminta bantuan PBB untuk membantunya mengevakuasi warga sipil dari zona perang Gaza.
Juru bicara pemerintah Eylon Levy mengatakan dalam sebuah pengarahan, “Kami mendesak badan-badan PBB untuk bekerja sama. Jangan bilang itu tidak bisa dilakukan.” Bekerja sama dengan kami untuk menemukan solusi.
Misi Penyelamatan: “Menggarisbawahi pentingnya operasi darat kami di Gaza, termasuk Rafah, ketika kondisinya memungkinkan”, kata juru bicara Israel Daniel Hagari.
Dia juga mengatakan bahwa militer Israel memiliki “kewajiban moral” untuk memulangkan semua tawanan, dan mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk memenuhinya.
Responden Palestina, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh, mengatakan bahwa Israel ingin membentuk kembali keseimbangan demografi demi keuntungannya setelah negara tersebut beralih ke Palestina untuk pertama kalinya sejak tahun 1948 dengan “membunuh, menghancurkan, dan mencoba menggusur warga Palestina di Jalur Gaza.”
Di awal sidang kabinet mingguan yang diadakan di Ramallah, Shtayyeh menyatakan bahwa 400 hari terakhir adalah yang paling keras dalam sejarah Palestina modern.
Klaimnya, seperti dikutip kantor berita Wafa, adalah sebagai berikut: “Sejak 7 Oktober 2023, kami memiliki lebih dari 100.000 warga Palestina tewas, terluka, dan hilang di Jalur Gaza, dan lebih dari 640 orang di Tepi Barat.”
Selain itu, ada lebih dari 10.000 tahanan; ini bukan jumlah, tetapi representasi anak-anak, perempuan, orang tua, pemuda, dan pemudi, serta keluarga dan masyarakat kami, yang masing-masing memiliki sejarah, status, dan nama yang dibunuh oleh Israel.
Turki Mengungkap Tujuan Israel Kementerian Luar Negeri Turki menyatakan bahwa mereka “sangat prihatin” atas serangan intensif Israel terhadap Rafah di selatan Gaza, tempat ratusan ribu pengungsi berlindung.
Kementerian itu mengatakan, “Kami sangat prihatin dengan meningkatnya serangan Israel di kota Rafah di selatan, menyusul kehancuran dan pembantaian yang telah dilakukan Israel di Jalur Gaza.”
Selain itu, dia menyatakan bahwa mereka melihat operasi ini sebagai bagian dari rencana untuk mengusir warga Gaza dari tanah mereka sendiri.
Selain itu, pernyataan itu menyatakan, “Kami menyerukan kepada komunitas internasional, khususnya Dewan Keamanan PBB, untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk menghentikan Israel.”