Dalam Debat Capres 2024 5 Masalah Penting RI Tidak Dibahas
Dalam Debat Capres 2024 5 Masalah Penting RI Tidak Dibahas – Minggu, 4 Februari 2024, adalah hari di mana debat resmi tentang calon presiden dan calon wakil presiden berakhir. Tidak mengherankan bahwa banyak masalah penting yang tidak dibahas dalam debat.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengadakan debat capres dan cawapres yang membahas berbagai topik, termasuk ekonomi dan sosial. Tiga capres, Anies Basweda, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, serta cawapres Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD, hadir dalam debat.
1. Debat Pertama: Selasa, 12 Desember 2023, Tentang Pemerintahan, Hukum, Hak Asasi Manusia, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, Peningkatan Layanan Publik, dan Kerukunan Warga
2. Debat Kedua pada Jumat, 22 Desember 2023: Ekonomi (ekonomi kerakyatan dan ekonomi digital), Keuangan, Investasi Pajak, Perdagangan, Pengelolaan APBN-APBD, Infrastruktur, dan Perkotaan
Minggu, 7 Januari 2024, akan diadakan Debat Ketiga tentang Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional dan Geopolitik.
4. Debat Keempat: Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat, dan Desa pada Minggu, 14 Januari 2024.
5. Debat Kelima: Kesejahteraan Sosial, Kebudayaan, Pendidikan, Teknologi Informasi, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Sumber Daya Manusia, dan Inklusi pada Minggu, 4 Februari 2024.
Hilirisasi, utang, Ibu Kota Negara (IKN), greenflation, pajak, efek negatif teknologi seperti hacker, stunting, dan anggaran pertahanan adalah beberapa isu yang paling sering dibahas dan menyebabkan perselisihan antara capres dan cawapres.
Meskipun demikian, sejumlah masalah strategis dan penting justru tidak dibahas:
1. Subsidi tenaga listrik
Pemerintah terus menangani masalah subsidi energi, termasuk gas, minyak, dan listrik. Subsidi BBM seperti “bom waktu” yang dapat meledak kapan saja dan membahayakan kesehatan APBN.
Subsidi energi pada tahun 2023 akan mencapai Rp 164,3 triliun, atau 5,26% dari APBN, menurut data dari Kementerian Keuangan.
Subsidi energi sering naik jauh di atas tujuan. Misalnya, subsidi dan kompensasi energi menembus Rp 551,1 triliun pada 2022, atau hampir 18% dari belanja negara. Subsidi BBM bahkan terus meningkat dari Rp 84,2 triliun pada 2019 menjadi Rp 422,8 triliun pada 2022. Namun, pada tahun sebelumnya, subsidi turun menjadi Rp 95,6 triliun sebagai akibat dari penurunan harga minyak.
Meskipun kebijakan baru ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awal pemerintahannya pada 2015, realisasi subsidi BBM masih menjadi tantangan.
Sebagai catatan, sebelum 2015, pemerintah membayar subsidi premium dengan menetapkan harga per liter. Pemerintah akan membayar perbedaan antara harga keekonomian dan harga yang dijual PT Pertamina. Karena kenaikan harga minyak Indonesia/ICP, pelemahan rupiah, dan over kuota, metode ini dianggap membuat anggaran jebol.
Misalnya, realisasi subsidi BBM pada tahun 2012 melonjak menjadi Rp 211,9 triliun, jauh di atas alokasinya yang ditetapkan sebesar Rp 137,4 triliun. Pada tahun 2013, realisasinya melampaui alokasinya sebesar Rp 199,9 triliun, dan menembus Rp 210 triliun.
Sejak 1 Januari 2015, harga bahan bakar minyak (BBM) ditetapkan oleh pemerintah, meskipun harganya didasarkan pada fluktuasi harga minyak global selama periode waktu tertentu.
Sebagai distributor BBM, Pertamina tidak dapat menetapkan harga yang sesuai dengan harga pasar saat ini karena harga masih ditetapkan. Misalnya, harga Pertalite tidak pernah naik sejak 2018 hingga September 2022. Subsidi terus meningkat.
Hanya lima kali realisasi BBM di bawah alokasi yang ditetapkan selama dua belas tahun terakhir (2012–2023), yaitu pada tahun 2010, 2014, 2015, 2019, dan 2023. Selama periode ini, asumsi makro untuk ICP jauh di bawah yang ditetapkan.
2. Peran dan Posisi BUMN: Isu-isu yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibahas dengan cara yang salah dari 1-5. Meskipun demikian, perusahaan multinasional memainkan peran yang sangat penting: mereka memberikan kontribusi keuangan negara dan juga bertindak sebagai pendorong pembangunan.
Dua BUMN besar dan strategis, PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), tidak dibahas sama sekali dalam sepuluh tahun terakhir karena mereka menanggung banyak utang akibat penugasan pemerintah, khususnya BUMN Karya.
3. Gas dan minyak (migas)
Selain itu, masalah sektor migas tidak dibahas. Ada beberapa kandidat presiden dan cawapres yang menyinggung sektor minyak dan gas, tetapi mereka melakukannya secara bertahap, seperti Gibran, yang berbicara tentang peran biodiesel dalam menekan impor BBM.
Sangat menyedihkan bahwa diskusi tentang minyak dan gas tidak dilakukan karena sektor ini sangat penting untuk menjaga ketahanan energi dan memiliki banyak masalah besar yang akan membebani capres di masa mendatang. Di antara masalah tersebut adalah lifting minyak yang semakin sulit, impor gas dan BBM yang tinggi, dan kepentingan investasi dalam minyak.